Detail Article
Waspada Penyakit Leptospirosis Akibat Banjir
dr. Fitri Afifah Nurullah
Jan 06
Share this article
img-tikus_hewan-pengerat.jpg
Updated 25/Agt/2022 .

Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang berdampak pada manusia dan hewan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira sp ini terjadi di negara-negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia, di mana kasus terbanyak terjadi pada musim hujan. Hal tersebut karena ketahanan hidup Leptospira adalah pada lingkungan banjir, air tergenang, tanah lembap bersifat basa, vegetasi, dan lumpur bersuhu >220C. Pertumbuhan optimum dalam lingkungan aerob, bersuhu 28-30 C.

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang ditularkan melalui hewan pengerat seperti tikus. Transmisi ke manusia terjadi bila terdapat luka atau abrasi pada kulit, membran mukosa seperti mulut, hidung, dan mata dengan kontak langsung dengan air, makanan, atau tanah yang telah terkontaminasi oleh urin hewan yang mengandung bakteri Leptospira sp. Transmisi antar manusia sangat jarang.


Gejala Leptospirosis

Penyakit ini dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang yang serius terutama gagal ginjal, perdarahan, dan inflamasi pada otot jantung. Anak-anak rentan terhadap penyakit ini, terutama kasus-kasus serius. Pada awal perjalanan penyakit disebut dengan fase akut, gejala berkembang selama 3-7 hari mencakup demam tinggi, nyeri kepala berat, menggigil, nyeri perut, nyeri menelan, batuk kering, fotofobia, kemerahan konjungtiva (kemosis konjungtiva), mual, muntah, diare, dan bercak kemerahan pada kulit yang tidak gatal. Setelah melalui fase ini, penderita tampak sembuh dalam periode tertentu kemudian akan memburuk ke fase lanjut yang berat dan parah.


Fase lanjutan penyakit ini disebut fase ikterik atau penyakit Weil’s ditandai dengan kuning, batuk dengan atau tanpa darah, manifestasi perdarahan seperti perdarahan gusi, melena (buang air besar berdarah), epistaksis/ mimisan, dan hematokesia, oligouria, anuria, sesak napas, ruam kulit dan kegagalan fungsi organ multipel. Gagal ginjal, gagal hati serta meningitis dapat terjadi pada penderita.


Berendam pada air yang terkontaminasi bakteri ini merupakan risiko terjadinya leptospirosis. Di daerah yang mengalami puncak musim hujan juga berisiko tinggi terjadi transmisi infeksi penyakit ini dan bisa bersifat epidemik karena bencana banjir atau pasca-banjir seiring dengan pola migrasi hewan pengerat ke daerah hunian yang tidak terkena banjir.


Penanganan dan Pencegahan

Tatalaksana penyakit dilakukan dengan eradikasi bakteri leptospira menggunakan antibiotik pada awal perjalanan penyakit. Pasien-pasien leptospirosis juga membutuhkan terapi suportif yang disesuaikan dengan kondisi klinis. Strategi pencegahan infeksi pada manusia harus dilakukan dengan mengkombinasikan langkah pencegahan yang ada secara komprehensif dan berkesinambungan.


Langkah yang dilakukan termasuk penggunaan pakaian pelindung untuk orang-orang yang terpapar bahaya ini, menghindari aktivitas berenang dan bermain air yang mungkin terkontaminasi. Banjir merupakan salah satu faktor yang meningkatkan kemungkinan transmisi penyakit, dan juga menghalangi urin dari hewan yang telah terkontaminasi bakteri ini untuk diabsorpsi tanah atau terevaporasi oleh panas.


Kontrol populasi hewan pengerat adalah hal yang penting. Mengingat bakteri ini dapat bertahan berminggu-minggu pada air yang menggenang, kontaminasi dari hewan reservoir bakteri ini menjadi sangat penting. Selama banjir, hewan pengerat akan bermigrasi ke tempat yang tidak tergenang banjir, termasuk ke hunian dalam jumlah yang relatif tinggi dari keadaan normal.


Pengelolaan sampah juga harus dilakukan untuk mengontrol jumlah tikus dan hewan pengerat lainnya. Tumpukan sampah akan tetap menyediakan makanan untuk hewan pengerat demi kelangsungan hidupnya.

 

Image : Ilustrasi (Photo by David Bartus from Pexels)

Referensi :

1. Centers for Disease Control and Prevention. Leptospirosis: Infection [Internet]. 2019. [Cited 2019 January 06]. Available from: https://www.cdc.gov/leptospirosis/index.html

2. Levett PN. Leptospirosis. Clinical Microbiology Reviews, 2001;14(2):296-326.

3. Kementerian Kesehatan R.I. Waspadai leptospirosis pasca banjir [Internet]. 2015 Feb. Available from: https://www.depkes.go.id/article/view/15022400001/meski-belum-ada-laporan-kemenkes-tetap-waspadai-leptospirosis-pasca-banjir.html

4. Evangelista KV, J. Coburn. Leptospira as an emerging pathogen: A review of its biology, pathogenesis and host immune responses. Future microbiology 2010;5(9):1413-25.

5. WHO. Leptospirosis [Internet]. 2017. Available from: http://www.who.int/topics/leptospirosis/en/

6. Dolhnikoff M, et al. Pathology and pathophysiology of pulmonary manifestations in leptospirosis. Braz J Infect Dis. 2007;11(1):142-8.

7. Centers for Disease Control and Prevention. Leptospirosis: Signs and symptoms [Internet]. 2015. Available from: https://www.cdc.gov/leptospirosis/symptoms/index.html.

8. World Health Organization. Humanitarian health action: Flooding and communicable diseases fact sheet [Internet]. 2018. Available from: https://www.who.int/hac/techguidance/ems/flood_cds/en/

9. Naing C, Reid3 SA, Aye SN, Htet SH, Ambu S. Risk factors for human leptospirosis following flooding: A meta-analysis of observational studies. Research Article. 2019; 14(5):e0217643.

Share this article
Related Articles